Transformasi Kurikulum Merdeka: Strategi Guru dalam Menghadapi Tantangan Baru

Transformasi Kurikulum Merdeka

PKBM SILOAM – Ketika Kurikulum Merdeka pertama kali diperkenalkan, saya harus jujur—rasanya seperti dilempar ke kolam renang tanpa pelampung. Bukan karena konsepnya buruk, tetapi lebih karena tantangan baru yang tiba-tiba muncul. Ada semangat untuk memberikan pembelajaran yang lebih personal dan relevan, tetapi juga rasa takut: “Bagaimana caranya ini bisa berhasil di kelas saya yang murid-muridnya punya kemampuan beragam?”

Saya ingat salah satu momen paling menantang adalah ketika diminta membuat proyek berbasis pembelajaran (PBL). Kelihatannya keren di atas kertas, tapi begitu diterapkan… chaos! Murid-murid bingung apa yang harus dilakukan, dan saya merasa terjebak di antara kurikulum baru dan ekspektasi lama. Tapi, dari pengalaman ini, saya belajar bahwa kuncinya bukan pada sempurna di awal, melainkan pada mencoba, salah, lalu memperbaiki.

Memahami Esensi Kurikulum Merdeka  

Pertama-tama, saya menyadari bahwa Kurikulum Merdeka ini mengusung semangat fleksibilitas. Kita diberi ruang untuk menyesuaikan pembelajaran dengan kebutuhan siswa. Tapi fleksibilitas itu sendiri bisa jadi pedang bermata dua kalau kita tidak punya strategi. Jadi, saya mulai dengan langkah kecil: benar-benar memahami minat dan potensi siswa. Ternyata, tidak sesulit yang saya pikirkan. Sesekali ngobrol santai di kelas, tanya apa yang mereka suka, lalu memasukkan elemen itu ke pelajaran.

Misalnya, saya punya siswa yang suka banget dengan game online. Alih-alih melihat itu sebagai distraksi, saya gunakan itu sebagai cara untuk menjelaskan konsep matematika. Hasilnya? Mereka jauh lebih antusias dibanding metode tradisional. Tapi ya, nggak selalu mulus sih—kadang ada juga yang malah asyik ngomongin game-nya doang!

Strategi yang Akhirnya Bekerja  

Salah satu strategi yang benar-benar membantu saya adalah kolaborasi antar-guru. Saya belajar dari guru lain yang lebih berpengalaman atau yang punya pendekatan berbeda. Misalnya, salah satu rekan saya di sekolah pernah berbagi tips sederhana tapi brilian: buat jadwal mingguan fleksibel, tapi tetap jelas tujuannya. Jadi, saya mulai menyusun rencana dengan blok waktu untuk eksplorasi, diskusi, dan refleksi.

Selain itu, saya juga mencoba pendekatan asesmen yang lebih bervariasi. Di Kurikulum Merdeka, tidak semua harus dinilai lewat ujian tertulis. Jadi, saya mulai menggunakan presentasi, jurnal harian, bahkan video pendek yang dibuat siswa. Kadang hasilnya mengejutkan, lho. Anak-anak yang biasanya pendiam di kelas ternyata punya ide-ide brilian yang mereka ungkapkan lewat karya.

Tantangan dan Bagaimana Saya Menghadapinya  

Salah satu tantangan terbesar adalah menghadapi siswa yang kurang percaya diri. Dengan pendekatan baru ini, beberapa siswa merasa “terekspos” karena mereka diminta lebih aktif. Awalnya, saya mencoba membangun kepercayaan diri mereka dengan tugas-tugas kecil yang mudah dicapai. Ketika mereka melihat hasilnya, rasa percaya diri itu perlahan tumbuh.

Ada juga tantangan dari sisi teknologi. Beberapa murid tidak punya akses ke perangkat atau internet stabil. Solusinya? Saya menggunakan pendekatan hybrid. Bahan pembelajaran saya cetak untuk yang membutuhkan, sementara yang lain tetap bisa mengakses via platform online. Memang lebih ribet, tapi itu membantu memastikan semua anak tetap terlibat.

Pelajaran yang Saya Petik  

Transformasi ini memang bukan hal yang instan. Tapi justru di situ letak keindahannya. Saya belajar bahwa fleksibilitas dan empati adalah kunci. Kadang, kita harus mengesampingkan ekspektasi kita dan benar-benar fokus pada kebutuhan siswa. Dan, nggak apa-apa salah! Bahkan dari kesalahan itu, saya jadi menemukan cara-cara yang lebih baik untuk mengajar.

Kurikulum Merdeka mengingatkan saya bahwa pendidikan bukan soal mengejar nilai semata, tapi tentang menyiapkan siswa untuk menghadapi dunia nyata. Jadi, meskipun perjalanan ini penuh tantangan, saya percaya setiap guru bisa menemukan strategi yang cocok—asal tidak takut mencoba.

Updated: Desember 28, 2024 — 9:37 pm

Tinggalkan Balasan